Sunday, 3 February 2019

Kenapa Babi Haram?



Kenapa Babi Haram?
Kenapa Babi Haram?



Selama ini kita seringkali beranggapan bahwa agama lain membolehkan pemeluknya memakan daging babi. Padahal yang benar tidak demikian. Yang benar adalah bahwa daging babi itu termasuk makanan yang diharamkan buat pemeluk agama lain itu. Yaitu agama samawi yang turun dari Allah SWT untuk umat terdahulu, Kristen dan Yahudi.
baca juga:

Makanan Halal Menjadi Haram? Inilah Sebab2nya


Jadi sekalian saja dikoreksi pemahaman keliru anak anda, jelaskan bahwa babi itu bukan hanya haram buat umat Islam, tetapi  juga  haram  buat  umat  Kristiani  (Nasrani)  dan  juga Yahudi.

Dan terhadap orang-orang Yahudi, Kami haramkan apa yang telah Kami ceritakan dahulu kepadamu dan Kami tiada menganiaya  mereka,  akan  tetapi  merekalah  yang  menganiaya diri mereka sendiri. (QS. An-Nahl: 118)

Kalaupun sekarang mereka memakan babi, ketahuilah bahwa mereka sedang melakukan maksiat dan kemungkaran kepada Allah SWT. Sebab kitab suci yang turun kepada mereka dahulu, secara tegas mengharamkan babi. Lalu para pendeta dan rahib mereka melakukan tindakan jahat yang dicatat dalam tinta sejarah, yaitu mengubah ayat-ayat Allah SWT itu dan digadaikan dengan harga yang murah sekali.

Maka   kecelakaan   yang  besarlah  bagi  orang-orang  yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah:
79)

Para rahib dan pendeta mereka telah mengubah ayat-ayat Taurat dan Injil yang turun dari langit dengan selera mereka sendiri.   Apa   yang   telah   dihalalkan   Allah   SWT,   mereka haramkan. Sebaliknya, apa yang telah Allah SWT haramkan, justru mereka halalkan.

Lalu hasil penyelewengan terhadap perintah dan ayat-ayat Allah SWT kemudian diikuti secara takqlid buta oleh para pemeluk agamanya. Meski pun para pendeta dan rahib itu jelas- jelas merusak kesucian kitab suci, mengubah isinya, memutar-


balikkan hukumnya bahkan menghapusnya dan menggantinya sesuai dengan hawa nafsu mereka sendiri. Peristiwa ini tercatat dalam sejarah dan hingga hari ini masih bisa dibaca oleh umat manusia.

Maka tindakan diam saja dari pemeluk agama itu, serta sikap mereka yang tidak mau menolak penyelewengan para pendeta itu, dikomentari oleh Nabi terakhir yang diutus kepada umat manusia, Rasulullah SAW, sebagai sikap "menyembah pendeta" dan menjadikan mereka sebagai "tuhan." Jadi para pemeluk agama Kristen dan Yahudi dikatakan sebagai penyembah pendeta dan rahib mereka sendiri, meski tidak melakukan ruku' dan  sujud.  Tetapi  Allah  SWT  telah  menyebutkan  bahwa tindakan mereka itu tidak ada bedanya dengan menjadikan para rahib  dan  pendeta  itu  sebagai  tuhan  tandingan  selain  Allah SWT.

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah: 31)

Salah seorang shahabat nabi SAW yang dahulu pernah memeluk  agama  itu  penasaran.  Sebab  sepanjang pengetahuannya,  mereka  memang  tidak  menyembah  pendeta dan  rahib.  Maka  Rasulullah  SAW  mengatakan  bahwa  sikap taqlid membabi buta atas penyelewengan para rahib adalah bentuk penuhanan kepada mereka. Ketika mereka mengubah isi Taurat dan Injil dengan hawa nafsu, itulah hakikat peribadatan kepada pemuka agama.

Kembali kepada pertanyaan anak anda, jawablah bahwa babi itu diharamkan oleh tiga agama: Islam, Yahudi dan Kristen. Tetapi para pendeta kedua agama itu memalsukan larangannya dan  menggantinya  dengan  kehalalan  versi  mereka  sendiri.


Tetapi keharamannya tetap tidak berubah. Dan setiap pemeluk Kristen atau Yahudi yang memakan babi, tetap berdosa dan tetap disiksa di neraka atas semua pelanggaran syariat yang mereka lakukan.

Mengapa babi diharamkan oleh tiga agama?


Kalau kita mau konsekuen dengan sistem aqidah Islam sekaligus mengembalikan cara beraqidah yang benar, inilah kesempatannya. Sampaikan sejelas-jelasnya kepada anak anda, bahwa haram tidaknya suatu makanan atau perbuatan, sama sekali tidak ada kaitannya dengan alasan logis yang dipahami manusia.  Kalau  pun  ada  hikmah,  sifatnya  hanya  tambahan, sama sekali tidak berpengaruh kepada substansi hukumnya.

Inilah kesempatan bagi anda untuk menanamkan aqidah yang benar  kepada  anak  anda.  Katakan  padanya,  bahwa  babi  itu haram karena Allah SWT telah menetapkan keharamannya. Bukan hanya semata-mata karena mengandungcacing pita, bakteri, virus atau alasan apapun. Tetapi karena kita percaya kepada Allah SWT, juga karena kita percaya keaslian kitab suci, juga karena kita percaya kepada Rasulullah SAW, bahwa haramnya itu karena Allah SWT mengharamkannya.

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah...(QS. Al-Maidah: 3)

Kalau alasan kita tidak makan babi hanya semata-mata alasan ilmiyah dan kesehatan, maka babi itu sudah halal hukumnya. Sebab di zaman sekarang ini sudah banyak ditemukan teknis memasak babi yang bisa mematikan semua jenis virus, bakteri dan cacing pita.

Demikian pula secara pisik, tidak ada bedanya antara ayam yang disembelih dengan mengucapkan basmalah dengan yang disembelih dengan menyebut nama tuhan selain Allah. Secara fisik, keduanya bersih, suci, tidak kotor, bahkan tidak ada racun


apapun. Tetapi di pandang dari sudut syariat, hukum keduanya berbeda. Yang satu halal karena disembelih dengan basmalah, sedangkan yang satunya haram, karena disembelih dengan menyebut nama tuhan selain Allah.

Kalau agama yang kita jalani ini harus selalu dikembalikan kepada  alasan-alasan  yang  bersifat  kebendaan,  ilmiyah  atau aspek fisik semata, maka bubarlah agama ini. Padahal landasan agama itu adalah iman, yang berarti percaya kepada Allah SWT. Kalau Allah bilang merah, maka kita ikut bilang merah. Sebaliknya,  kalau  Allah  bilang  hitam,  maka  kita  pun  bilang hitam.  Kita  tidak  akan  memilih  merah  atau  hitam,  kecuali karena Allah yang menetapkan.

Mengapa kita harus bersikap demikian? Jawabnya adalah karena Allah SWT itu tuhan. Sebagai tuhan, tentu saja semua apapun yang ditetapkannnya harus kita patuhi tanpa reserve, tanpa ditunda, tanpa ditanya-tanyai sebabnya dan tanpa dimintai alasannya.

Sesungguhnya jawaban oran-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum di antara  mereka  ialah  ucapan.  "Kami  mendengar,  dan  kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.(QS. An-Nuur: 51)

No comments:

Post a Comment